GENERAL COUNCIL F.I.C. - Prins Bisschopsingel 22, 6211 JX Maastricht, The Netherlands  Phone: *31 (0) 43 3508373
Monday, May 20 2024  - 1 User Online  
HOMEGUESTBOOKCONTACT USFORUM 



07.02.2019 01:16:01 2836x read.
INSPIRATION
Belajar Berdoa, Anugerah dan Inisiatif Tuhan.

Anugerah dan Inisiatif Tuhan.

Kita sering bertanya-tanya apakah arti sebenarnya berdoa itu. Apakah artinya berdoa bagi kita? Apakah kita sudah berdoa dengan benar? Apakah berdoa itu hanya tentang memohon sesuatu kepada Tuhan? Mengapa kita sering juga mengalami kesulitan untuk berdoa? Menga- pa kita sering mengalami “kekeringan” dalam berdoa? Apakah doa dan cara kita berdoa sudah sesuai dengan kehendak Tuhan? Mengapa kita sering merasakan kerinduan untuk berdoa? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini wajar, karena memang sebenarnya berdoa pertama- tama adalah anugerah dan inisiatif Tuhan. Hanya karena anugerah dan berkat Tuhan melalui Roh Kudus, kita dapat berdoa sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita perlu belajar kepada Tuhan Yesus, bagaimana seharusnya kita memahami doa dan bagaimana seharusnya berdoa.

Banyak Santo-santa dan para pendoa yang me- ngatakan bahwa berdoa sebenarnya merupakan napas kehidupan bagi orang-orang beriman. Berdoa adalah napas kehidupan yang diembuskan oleh Roh Kudus di dalam diri setiap orang. Berdoa bagaikan “tabung oksigen” yang menampung embusan napas kehidupan dari Roh Kudus di dalam diri kita. Semakin banyak berdoa semakin kita memiliki tabungan oksigen yang berlimpah dan menyegarkan hidup kerohanian kita. Hidup kita tidak menjadi layu, bagaikan tumbuhan atau tubuh kita yang mendapatkan pasokan berlimpah oksigen. Dengan sangat tegas dan jelas Santa Theresia dari Lisieux mengatakan: “Bagiku, berdoa adalah gelombang gelora hati yang memandang kedamaian Surga, kerinduan akan pengakuan dan kasih Allah Bapa, memeluk dan merengkuh baik cobaan maupun sukacita kebahagiaan.” Pada dasarnya, kerinduan kita kepada Tuhan adalah suatu kerinduan yang telah dipatrikan Tuhan di dalam hati kita, yang diungkapkan dan dialami secara berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang disebut dengan berdoa, yaitu mengungkapkan kerinduan kita untuk berjumpa dengan Tuhan, sehingga kerinduan Tuhan untuk berjumpa dengan kita bertemu padu dengan kerinduan kita untuk berjumpa dengan Tuhan. Kita hendaknya terus-menerus berdoa, walaupun banyak hal yang menghalangi antara kita dan “suara” Tuhan. Tuhan begitu rindu untuk dapat meluangkan waktu-Nya bersama kita, untuk berbicara kepada kita, untuk mendengarkan kita. Dia sungguh-sungguh ingin mendengarkan kita.

Berdoa adalah sesuatu yang sangat penting dan mendasar bagi kehidupan kerohanian dan perkembang- an kehidupan kerohanian kita sebagai orang beriman. Dasar dari semua perkembangan kerohanian kita adalah ketekunan berdoa (berdoa dan berkontemplasi) dan merenungkan sabda Tuhan. Berdoa dan mendengarkan serta melaksanakan sabda Tuhan adalah dua hal pokok dan sangat penting untuk memelihara dan menyuburkan kehidupan kerohanian kita. Ketika dua hal tersebut tidak ada dalam kehidupan harian kita, kita tidak “terhubung” dengan Tuhan, dan tanpa-Nya kita tidak dapat berbuat apa pun. Kehidupan kita “terpisah” dari Tuhan, dan kita mengalami kekeringan dalam kehidupan rohani, kita mengalami yang disebut dengan pengalaman “desolasi” (kekeringan iman).

Kita semua berada dalam proses “penziarahan berdoa” (terus-menerus belajar berdoa!). Kita semua mencari-cari bagaimana cara berdoa yang benar dan tepat, serta berhasrat untuk menumbuhkembangkan kehidupan berdoa kita. Kita ingin menemukan cara yang terbaik dan tepat untuk berjumpa dengan Tuhan dalam berdoa. Kita berjuang agar kehidupan berdoa kita menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. Namun pada kenyataannya, kita menghadapi banyak godaan dan berbagai macam tantangan untuk dapat berdoa secara teratur, intens, dan tekun. Kita menyadari bahwa berbagai tantangan dan godaan itu sebenarnya sebagian besar bukan datang dari luar diri kita, tetapi berasal dari dalam diri sendiri. Perjuangan kita mengatasi godaan dan halangan untuk berdoa sudah dimulai sejak kita bangun tidur pada pagi hari. Apakah kita akan segera mengambil “handphone” untuk melihat “e-mail” atau “facebook”, atau kita membuka buku doa dan kemudian mempersembahkan waktu kita di pagi hari yang segar kepada Tuhan? Pada pagi hari, apakah kita juga berdoa seperti yang terdapat di dalam Mazmur 55: “Berilah telinga-Mu, ya Allah, kepada doaku, janganlah bersembunyi terhadap permohonanku! Perhatikanlah aku dan jawablah aku!” Atau mungkin justru judul sebuah berita di Surat Kabar lebih menarik perhatian dan lebih penting bagi kita! Pada saat-saat seperti inilah kita harus membuat sebuah pilihan atau keputusan yang sering kali tidak mudah untuk sebagian dari kita. Bagaimana kita membuat pilihan atau keputusan yang kemudian sungguh akan memengaruhi hidup kita dalam sehari? Kita memilih untuk mempersembahkan waktu kita bersama Tuhan dengan berdoa atau langsung menyibukkan diri dengan “facebook” atau media sosial lainnya? Atau bahkan mungkin tidak ingat lagi untuk berdoa dan kemudian menyibukkan diri dengan segala aktivitas kita. Kita semua memiliki tantangan yang sama, bagaimana mengikuti Tuhan dan menemukan Tuhan serta menjadikan-Nya sebagai pusat kehidupan harian kita.

Kehidupan kita banyak diwarnai oleh aktivitas- aktivitas yang terarah keluar diri sendiri. Pikiran dan perhatian kita terlalu banyak terarah keluar diri. Kita kurang menanggapi hal-hal yang hidup dan “bergerak” di dalam diri sendiri. Kita kurang memberikan perhatian pada kehidupan di dalam diri sendiri. Oleh karena itu, kita membutuhkan waktu dan tempat untuk “ber- cengkerama” berwawanhati dengan Tuhan dan dengan diri sendiri. Tanpa keintiman dengan Tuhan dalam hati, maka kehidupan kita terasa gersang, kering. Kehidupan kita hanya pada kulit “permukaan” saja, bagaikan “topeng aling-aling” dari kehidupan yang sesungguhnya. Terlalu banyak aktivitas tanpa refleksi atau perenungan dapat membawa kita kepada suatu “kesia-siaan hidup” dan “kekeringan rohani”. Ingatlah! Bahwa kehidupan tanpa refleksi, sebenarnya tidak layak untuk dihidupi. Kekeringan rohani membawa kita pada situasi bagaikan sebuah pohon buah yang tidak berbuah melimpah. Kita tidak terarah pada tujuan utama, tidak berpengharapan, dan sangat rapuh terhadap godaan dan mudah diserang oleh sesuatu yang jahat.

Sangatlah tidak mudah bagi kita untuk menemukan waktu tenang dan hening bersama Tuhan dalam berdoa. Kita semua mengalami hal tersebut. Kita memiliki banyak alasan dan godaan untuk menghindar dari kesempatan hening bersama Tuhan. Tetapi ketika kita dapat me- lakukannya secara rutin, kita menerima “hadiah”-nya. Berdoa secara rutin dan intens yang kita lakukan setiap hari, membawa perubahan diri dan kehidupan kita.

Pada umumnya, waktu pagi hari merupakan wak- tu yang tepat dan baik untuk berdoa, namun ada juga di antara kita yang mengalami bahwa malam hari merupakan waktu yang tepat dan baik untuk berdoa. Kapan waktu berdoa yang terbaik untuk Anda? Tentu saja sering kali dibutuhkan perjuangan dan pelatihan yang harus kita lakukan dengan tekun, namun ketika kita telah menemukan waktu dan tempat yang tepat untuk berdoa, hidup kita tidak lagi menjadi sama. Hidup kita menjadi lebih bergairah, ada sukacita sejati dari dalam diri. Kita menjadi lebih tenang, damai, dan merdeka dalam berkarya.

Kita juga menemukan di dalam Kitab Suci bahwa Tuhan Yesus pun menghadapi tantangan dan godaan untuk menemukan tempat yang tenang untuk berdoa. Dia secara rutin pergi ke tempat yang tinggi untuk berdoa, untuk bersatu dengan Bapa-Nya sebelum mengambil keputusan-keputusan penting di dalam hidup-Nya. Tuhan memberikan teladan kepada kita bagaimana kita harus terus-menerus berusaha dan berjuang untuk dapat meluangkan waktu, berdoa, dan “berwawanhati” dengan Bapa dalam keheningan yang intim.

Anugerah Tuhan

Di dalam Kitab Suci, Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita begitu banyak hal tentang berdoa. Di antara yang banyak itu, kisah tentang wanita Samaria, sangat mengesan dan memberikan pesan yang kuat tentang berdoa (Yohanes 4:4-5). Tuhan Yesus dalam perjalanan-Nya melewati Samaria, sangat lelah dan duduk di bibir sumur, yang disebut dengan sumur Yakub. Sumur ini seperti “oasis” di tengah-tengah padang gurun. Tuhan Yesus merasa haus dan hendak meminta air kepada seorang wanita Samaria. Betapa sering kita juga meng- alami kelelahan dalam hidup ini, karena banyaknya tekanan dalam pekerjaan, tertimpa kemalangan dan kesulitan hidup, memikul beban permasalahan yang berat, tuntutan dalam belajar, misalnya, mendorong kita untuk pergi ke suatu tempat yang tenang mencari kesegaran, untuk meringankan beban hidup dan pekerjaan. Itulah yang diharapkan oleh Tuhan Yesus, ingin memperoleh kesegaran dari air sumur Yakub. Tetapi apakah yang terjadi? Tuhan Yesus tidak jadi mengalami ketenangan dan kesegaran untuk beristirahat, karena datang seorang wanita Samaria. Dia berdialog dengan wanita Samaria itu, seorang wanita yang entah karena apa tidak disebutkan namanya di dalam Kitab Suci.

Tuhan Yesus justru menggunakan kesempatan tersebut untuk mengajak berwawanhati dengan wanita Samaria. Tuhan Yesus dalam dialog tersebut mengajarkan kepada kita tentang berdoa dan bagaimana seharusnya berdoa. Tuhan Yesuslah yang pertama kali berbicara, Dia yang terlebih dahulu menyapa wanita Samaria. Dia berinisiatif untuk berdialog atau berwawanhati dengan si wanita Samaria. Walaupun wanita Samaria datang ke sumur Yakub untuk mengambil air untuk dirinya sendiri, Tuhan menyapanya, “Berilah aku minum!” Tentu saja wanita Samaria itu sungguh merasa terkejut dan terheran-heran: “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?” Sebagai seorang wanita, dia biasanya diabaikan oleh laki-laki pada umumnya. Dan lebih lagi wanita itu tak dapat percaya bahwa seorang Yahudi berbicara kepadanya, seorang Samaria. Belum pernah terjadi hal yang seperti ini. Tetapi dari Tuhan Yesus, dia menerima penghargaan dan pengertian.

Kemudian Tuhan Yesus berkata kepadanya, “Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! Niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup.” Menurut para ahli Kitab Suci, pada Injil Yohanes yang dimaksudkan dengan anugerah Tuhan adalah Roh Kudus. Yesus mengatakan bahwa jika dia tahu bahwa Dia dapat menganugerahinya Roh Kudus, Roh Kudus akan tinggal di dalam dirinya seperti mata air yang tak pernah kering. Dan hal itulah yang dianugerahkan kepada wanita Samaria itu dan juga kepada kita masing- masing. Gereja Katolik mengajarkan: “Setiap kali kita berdoa, Roh Kuduslah yang membimbing bagaimana kita seharusnya berdoa.” Roh Kuduslah yang berdoa di dalam diri kita. Oleh karena itu, berdoa sebenarnya adalah rahmat dan anugerah dari Roh Kudus, dari Tuhan.

Sambil menunjuk ke arah sumur, Tuhan Yesus berkata: “Barang siapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barang siapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya, air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.” Santo Hippolytus menjelaskan mengenai air sebagai “air dari Roh... air dari air pembaptisan Tuhan Yesus; yang adalah kehidupan kita.” Dengan pembaptisan kita ditetapkan menjadi tempat bersemayamnya Roh Kudus. Sebagai orang beriman, kita adalah bait Roh Kudus. Roh Kudus seperti mata air yang berada bersama dan di dalam diri kita. Wanita itu kemudian berkata kepada Tuhan Yesus, “Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air.”

Kisah ini, perjumpaan antara Tuhan Yesus dan wanita Samaria, memperdalam pengertian kita tentang berdoa. Gereja mengajarkan kepada kita tentang karunia Allah. Keagungan berdoa diwahyukan di pinggir sumur, di mana kita datang mencari air: Tuhan Yesus Kristus menjumpai diri kita. Dialah yang pertama-tama mencari kita dan meminta kita air minum. Yesus haus; permintaan- Nya datang dari kerinduan-Nya yang terdalam kepada kita. Entah kita menyadarinya atau tidak, berdoa adalah perjumpaan dengan Tuhan yang haus rindu kepada kita. Tuhan haus kepada kita yang menjadikan kita haus kepada-Nya. Berdoa adalah anugerah dari yang Ilahi kepada kita. Kekuatan dari Roh Kudus yang ada di dalam diri kita bagaikan mata air abadi. Roh Kudus selalu mengambil inisiatif. “Bapa... Engkau tidak membutuhkan pujian kami, karena rasa syukur kami pun sebenarnya merupakan anugerah-Mu semata”. Demikian kerinduan kita untuk berdoa adalah anugerah Tuhan semata.

Inisiatif Tuhan

Sering kali kita berpikir, pada dasarnya berdoa adalah inisiatif kita sendiri. Kita juga sering berpikiran agar sungguh ahli atau terampil berdoa, kita harus membaca banyak buku tentang berdoa terlebih dahulu sebelum kita memulai berdoa. Keyakinan ini tentu saja malahan dapat mendorong kita untuk “tidak” berdoa. Kita juga berpandangan dan berpikiran bahwa berdoa itu membingungkan, sulit, dan penuh misteri. Namun pada dasarnya, berdoa adalah inisiatif dari Tuhan dalam kehidupan kita. Tuhan hadir menjumpai kita secara pribadi. Dia mendatangi setiap orang seperti Dia mendatangi wanita Samaria. Tuhanlah yang memulai percakapan dengan kita dalam berdoa. Hal inilah yang mendorong kita untuk berdoa dalam kehidupan kita. Inisiatif Tuhan dalam berdoa membarui dan menguatkan keyakinan kita untuk berwawanhati dengan Tuhan.

Semoga kisah wanita Samaria ini mendorong dan meyakinkan kita untuk tekun berdoa. Ketika kita berdoa, ingatlah Tuhan Yesus —yang kelelahan dari perjalanan- Nya— berinisiatif untuk berwawanhati dengan seorang wanita Samaria. “Tuhan haus yang menjadikan kita haus kepada-Nya.” Itulah berdoa. Paus Benediktus mengajari kita tentang berdoa: “Diri kita masing-masing dapat mengidentifikasikan diri dengan wanita Samaria tersebut: Tuhan Yesus selalu menunggu kita... untuk berwawanhati dengan kita, dengan seluruh jiwa, hati, dan budi kita. Marilah kita beristirahat sejenak dalam keheningan, entah di kamar kita, di gereja, atau di suatu tempat yang telah kita tentukan. Marilah kita dengarkan suara yang berbunyi nyaring: “Jika engkau tahu karunia Allah” (Angelus, Maret 27, 2011). Mendengarkan Tuhan adalah berdoa.

Semua orang haus kepada Tuhan, tidak seorang pun yang terkecualikan. Tuhan begitu jauh, namun juga begitu dekat dengan kita. Tuhan yang transenden sekaligus imanen. Pada penziarahan hidup ini, kita sering kali mengalami kelelahan karena tantangan-tantangan yang kita hadapi, beban-beban hidup yang kita tang- gung, tekanan hidup dan pekerjaan, dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan kita mengalami kehausan dan membutuhkan suatu “oase” di mana kehausan kita di- segarkan, di mana kita dapat menemukan Tuhan. Inilah kerinduan kita yang paling dalam. Suatu “gelombang kerinduan” ke Surga di dalam hati kita adalah pertama- tama tindakan Tuhan, karya Roh Kudus di dalam diri kita. Ketika kita menyerah berpasrah kepada Tuhan, menyerah kepada karya Tuhan di dalam diri kita, hal itu merupakan doa kita. Karunia berdoa adalah karunia

Theo Riyanto FIC (Dicuplik dari buku "Mari Belajar Berdoa", Jogjakarta, Kanisius 2019, hal. 15-26)

 








^:^ : IP 9.9.7.1 : 1 ms   
BROTHERS FIC
 © 2024  http://brothers-fic.org//